Mojokerto, kab-mojokerto.kpu.go.id- Era digital yang terus menguasai di semua aspek dapat memudahkan kehidupan sehari-hari namun dampak yang ditimbulkan juga bukan perkara sepele, salah satunya adalah maraknya berita hoax. Menyusul tahapan Pemilu dan Pemilihan yang semakin dekat, untuk pencegahaan beredarnya berita hoax, KPU Kabupaten Mojokerto (KPU Mojokerto) sebagai penyelenggara Pemilu membentuk Badan Koordinasi Kehumasan (Bakohumas). Atas dasar diatas Bakohumas KPU Mojokerto melaksanakan Koordinasi/Audiensi bersama stakeholder di Mojokerto untuk pembentukan grup Whatsapp sebagai sarana penyampaian informasi Pemilu dan Pemilihan yang valid dan cepat. Pada kali ini KPU Mojokerto diwakili oleh Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM, Jainul Arifin dan Divisi Hukum, Anis Andayani beserta staf melaksanakan Koordinasi/Audiensi ke Sekolah Tingga Agama Islam Sabilul Muttaqin (STAISAM) pada pukul 10.00 WIB, Selasa (31/05). "Tujuan kunjungan kami adalah untuk melaksanakan perintah KPU RI membentuk Bakohumas dan melaksanakan Koordinasi/Audiensi seperti yang telah kami laksanakan dengan stakeholder lainnya di Mojokerto, serta menjalin hubungan erat dengan STAISAM terutama dalam pendidikan pemilih" tutur Anis. Kunjungan KPU Mojokerto disambut sangat baik dan antusias oleh STAISAM dengan dihadiri oleh Wakil Ketua 1, Wahyu Syafa'at, M.Pd.I., Wakil Ketua 2, Hj. Mistiani, M.Pd.I., dan Wakil Ketua 3 Hj. Khoirunnisa'il Fitriyah, M.Pd.I. beserta jajarannya di ruang pertemuan STAISAM. Selanjutnya dalam kegiatan turut dibahas mengenai pentingnya pendidikan pemilih pemula di lingkungan Universitas/Pesantren yang mana akan menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 14 Februari 2024. Kunjungan juga dimaksudkan untuk pendidikan pemilih dalam meminimalisir praktek money politic yang sudah menjadi budaya ketika Pemilu atau Pemilihan dilaksanakan. "Agar masyarakat faham mengenai kepemiluan dan demokrasi, tujuan kami juga untuk mencerdaskan kehidupan bangsa seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945" tutur Jainul terkait dilaksanakannya Koordinasi/Audiensi. Selama kegiatan diskusi berjalan interaktif dengan disusul pertanyaan dari Hj. Khoirunnisa'il mengenai kriteria menjadi petugas di TPS. "Untuk bisa menjadi penyelenggara pemilu dari PPK, PPS dan KPPS persyaratannya tidak sulit seperti pada Pilkada 2020 kemarin yaitu berusia 20-50 tahun, ijazah minimal SMA sederajat kalau SMP dibuktikan dengan pernyataan bisa baca tulis, sehat jasmani dan rohani, biasanya dalam hal ini sudah kerjasama dengan Dinas Kesehaatn Mojokerto agar Surat Keterangan Sehat Jasmani dan Rohani bagi pendaftar lembaga ad hoc KPU gratis" jawab Jainul. "Kami sangat senang bila masyarakat turut aktif berpartisiapsi politik. Karena partisipasi politik dapat dilaksanakan melalui 3 hal pertama sebagai pemilih seperti dengan mencoblos ke TPS, kedua sebagai penyelenggara seperti menjadi petugas di KPPS, dan ketiga sebagai pengawas, yang mana bidang ini dilaksanakan oleh bawaslu. " tambah Anis. Pertanyaan menarik juga diajukan oleh Hj. Mistiani terkait banyaknya praktek money politic ketika masa Pemilu berlangsung. Sehingga berdampak kepada calon peserta yang tidak memiliki finansial yang cukup, sementara kapasitas dan kapabilitasnya mumpuni. Menanggapi hal tersebut baik Anis Andayani dan Jainul Arifin menjawab bahwa praktek ini dapat dihentikan apabila kesadaran masyarakat tinggi dan semua stakeholder bekerjasama untuk meminimalisir / menolak money politic. Hal ini berimplikasi kepada murahnya cost politik para kontestan. "Money politic sudah menjadi penyalit kronis di Indonesia. Ketika menerima uang dari money politic berarti suara masyarakat sudah dibeli sehingga kedepannya masyarakat tidak bisa mengkritisi kebijakan pimpinan" ungkap Jainul. Menutup kegiatan dengan diskusi mengenai kerjasama yang akan dibangun kedepannya termasuk pembuatan MoU yang mana harus dengan persetujuan KPU RI serta kegiatan pendidikan pemilih yang akan dilaksanakan dikemudian hari. (JA)